PAUD: PENGENALAN LITERASI (MEMBACA, MENULIS) BAGI AUD




URGENSI PENGENALAN LITERASI BAGI AUD 

Engelbertus Nggalu Bali


ABSTRAK
Pendidikan dapat dipahami sebagai upaya untuk mengembangkan potensi manusia secara utuh dan menanamkan nilai budaya dalam mempertahankan eksistensi dari suatu negara. UUD 1945 menuangkan tujuan dari pendidikan itu sendiri adalah untuk mencerdasakan bangsa. Hal senada dalam UU No 20 tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan, membentuk watak dalam rangka membangun bangsa yang bermartabat dan berkualitas. Pendidikan Anak Usia  Dini (PAUD) merupakan pendidikan yang diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh untuk mengembangkan ragam potensi yang dimiliki anak. Eksistensi PAUD memiliki peran yang cukup strategis dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional; pada dasarnya pendidikan nasional merupakan diibaratkan sebagai bagunan mewah dan PAUD merupakan sebagai dasar atau fondasi dari bagunan tersebut. Literasi merupakan sebagai salah satu tugas perkembangkan anak usia dini. Pada dasarnya menurut berbagai penelitian mengungkapan bahwa pengenalan literasi sejak usia dini merupakan sebagai langkah awal dalam menciptakan anak-anak anak yang berkualitas. Lebih dari itu pula pada dasarnya sejak anak dilahirkan ia sudah membawah kemampuan literasi, sehingga lingkungan mempunyai peran yang sangat urgen untuk mengembangkannya.

Kata Kunci; Pengenalan Literasi, AUD, Pendidikan Berkualitas

PENDAHULUAN
Secara universal pendidikan dapat dipahami sebagai upaya pengembangan potensi kemanusiaan secara utuh dan penanaman nilai-nilai sosial budaya untuk mempertahankan hidup secara layak. Salah satu fungsi pendidikan yang tertuang dalam UUD 1945 adalah untuk mencerdasakan bangsa. Hal tersebut juga diamanatkan dalam undang-undang No 20 tahun 2003 dalam (Hasbullah 2013) tentang sistem pendidikan nasional yang berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan tersebut secara jelas menggambarkan bagaimana urgensitas pendidikan dalam mempersiapkan manusia atau masyarakat dalam menghadapi tantangan global. Orang tua perlu memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk mendapatkan pendidikan di sekolah yaitu melalui pendidikan anak usia dini PAUD) sebagai dasar untuk pendidikan selanjutnya.
Pendidikan nasional diibaratkan sebagai bangunan gedung yang sangat mewah sehingga dibutuhkan dasar dan fondasi yang kuat untuk menjaga kualitas sehingga tidak mudah roboh. Dengan demikian PAUD dapat diibaratkan sebagai dasar atau fundasi dari gedung mewah tersebut mampu menahan berapapun banyaknya beban yang menopang di atasnya Singowidjojo (2013). Mengingat PAUD merupakan fundasi dari pendidikan nasional yang diselengarakan secara sistematis dan saling mempengaruhi terhadap pendidikan selanjutnya, dengan demikian anak-anak mempunyai kewajiban dan hak untuk mendapatkan dan merasakan susana pendidikan yang ada di PAUD.
Pada hakekatnya menurut Suyadi (2013) mengemukakan bahwa pendidikan anak usia dini (PAUD) ialah pendidikan yang diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembagan anak secara menyeluruh untuk mengembangkan ragam potensi yang dimiliki anak. Montesori (Morrison, 2013) anak disebut sebagai usia kritis atau usia sensitif, karena banyak potensi-potensi anak yang sedang berkembang dan jika tidak distimulasi dengan baik akan menimbulkan masalah yang cukup fatal dalam kehidupan anak selanjutnya. Menurut Hurlock (Hardiyana, 2013) mengemukakan bahwa anak disebut sebagai usia emas karena banyak potensi yang dikembangan dan masih bergantung dengan orang tua dalam mengmbangkannya.
Senada dengan hasil penelitian White dan Bloom (Suyadi, 2013) mengemukakan bahwa perkembangan intelektual anak pada usia 0-4 tahun sudah mencapai 50 %, pada usia 8 tahun sudah berkembang 80% dan pada usia 18 tahun perkembangan intelektual sudah 100 %. Data tersebut mengindikasikan bahwa tahun-tahun pertama anak merupakan periode yang cukup baik dan strategis dalam mengembangkan segala potensi yang ada dalam dirinya sehingga dengan demkian periode tersebut kerap disebut sebagai usia emas (golden age).
Anak dapat dipandang sebagai individu yang baru mengenal dunia. Anak perlu dibimbing agar mampu memahami berbagai hal tentang dunia dan isinya. Ia juga perlu dibimbing agar memahami berbagai fenomena alam dan dapat melakukan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup di masyarakat. Hal seruapa Menurut Pestalozzi (Morrison, 2012) Segala usaha yang dilakukan oleh orang dewasa harus disesuaikan dengan perkembangan anak menurut kodratnya, sebab pendidikan pada hakekatnya adalah suatu usaha pemberian pertolongan agar anak dapat menolong dirinya sendiri dan sejak dini mampu mengembangkan kemampuan litrasi awal.
Menurut Schickedanz (2013) pentingnya mendedeteksi awal kemampuan literasi anak usia dini akan memberikan informasi terkait kesulitan membaca  dan menulis. Hal senada dari penelitian Reese at.al (2000) ditemukan bahwa pengalaman anak berinteraksi dengan literasi sejak dini akan menyiapkan anak secara matang untuk mengikuti pembelajaran di sekolah formal. Lebih lanjut dalam penelitian (Hilbert & Eis, 2014) mengemukakan penggunnaan/penerapan  intervensi awal perkembangan literasi awal terhadap kemampuan literasi anak terutama berkaitan dengan kemampuan penamaan gambar, bersajak/aliterasi dan kosa kata pada keluarga yang bepenghasilan rendah mempunyai manfaat yang sangat besar bagi kehidupan anak selanjutnya. Intervensi awal yang dilakukan oleh guru maupun orang tua sebenarnya, membantu anak dalam mengembangkan kemampuan literasi dan bahkan sebagai media untuk mendiagnosa kesulitan anak terkait kemampuan literasinya.
Laporan penelitian PISA (2003), memberikan gambaran bahwa kemampuan membaca yang baik akan meningkatkan konsep diri anak, yang pada akhirnya akan memotivasi mereka untuk belajar. Selanjutnya, ditemukan kebiasaan membaca yang baik dan ada kontinyuitas keterlibatan dengan aktivitas membaca akan menentukan keberhasilan anak mendapatkan pengetahuan.
Menurut Joyce, Weil & Chalhoun (2011) mengemukakan bahwa anak belajar literasi atau bahasa secara alamiah. Dengan demikian periode literasi anak mulai dari lahir sampai dengan usia enam tahun. Pada periode tersebut anak-anak memperoleh pengetahuan tentang membaca dan menulis tidak melalui pengajaran, tetapi melalui perilaku yang sederhana dengan mengamati dan berpartisipasi pada aktivitas yang berkaitan dengan literasi. Dengan mengamati orang yang melakukan aktivitas literasi dan berpartisipasi dengan aktivitas tersebut maka anak akan memperoleh kemampuan yang merupakan prasyarat penting untuk mengembangkan membaca konvensional. Penelitian lain juga menegaskan bahwa membaca nyaring memiliki pengaruh positif lain, seperti mempererat hubungan kasih- sayang orang tua dan anak, mengenalkan anak pada bahasa lisan dan tulis, meningkatkan kemampuan berbahasa anak, membuat anak menikmati dunia belajar sebagai hiburan, dan sekaligus memperluas wawasan dan pengetahuan mereka (Depdiknas RI, 2004)
Menurut Makan & Whitehead (2004) anak memiliki pengalaman literasi sebelum mereka pergi ke sekolah dan apa yang mereka ketahui tentang keaksaraan sangat penting bagi perkembangan mereka. Lebih lanjut mereka menjelaskan bahwa anak sejak lahir sudah mulai belajar literasi melalui membaca cerita oleh orang tuanya, bercakap-cakap walaupun dalam kandungan ia tidak memberikan respon. Menurut hemat Subiyantoro (2012) bahwa ketika anak memasuki dunia pendidikan (PAUD) sekitar usia 2-3 tahun mereka sudah sedikit banyak mempunyai perbendaharaan kata lebih dari 200 kata. Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa dalam hal membaca anak-anak yang belum bersekolah mulai mengerti bahasa tulisan. Mulai dari melihat huruf, anak-anak mulai mengira-ngira bagaimana bunyinya.
PENGENALAN LITERASI ANAK USIA DINI
A.    Konsep Literasi
Literasi yang dalam bahasa Inggrisnya Literacy berasal dari bahasa Latin littera (huruf) yang pengertiannya melibatkan penguasaan sistem-sistem tulisan dan konvensi-konvensi yang menyertainya. Kendatipun demikian, literasi utamanya berhubungan dengan bahasa dan bagaimana bahasa itu digunakan. Lebih lanjut Literasi merupakan kemampuan yang terkait dengan kemampuan membaca, menulis, menyimak dan berbicara. Sependapat yang disampaikan oleh Laurie & Whitehead (2004) mengemukakan bahwa literasi anak merupakan kemampuan yang berkaitan dengan, membaca, menulis, menyimak dan berbica
Secara sederhana, literasi berarti kemampuan membaca dan menulis, atau melek aksara (Resmini, 2013). Dalam konteks sekarang, literasi memiliki arti yang sangat luas. Literasi dapat berarti melek teknologi, politik, berpikiran kritis, dan peka terhadap lingkungan sekitar. Widayati (2011) mendefinisikan literasi kontemporer sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan informasi tertulis atau cetak untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga mendatangkan manfaat bagi masyarakat. Lebih jauh, seorang baru dapat dikatakan literat jika ia sudah dapat memahami sesuatu karena membaca dan melakukan sesuatu berdasarkan pemahaman bacaannya.
Menurut hemat Justice dan Kaderavek (2002) mengatakan bahwa periode literasi anak mulai dari lahir sampai dengan usia enam tahun. Pada periode tersebut anak-anak memperoleh pengetahuan tentang membaca dan menulis tidak melalui pengajaran, tetapi melalui perilaku yang sederhana dengan mengamati dan berpartisipasi pada aktivitas yang berkaitan dengan literasi. Pengajaran formal tidak selalu diperlukan untuk mengembangkan literasi emergen. Dengan mengamati orang yang melakukan aktivitas literasi dan berpartisipasi dengan aktivitas tersebut maka anak akan memperoleh kemampuan yang merupakan prasyarat penting untuk mengembangkan membaca konvensional.
Berkenaan dengan ini Kern (2000) mendefinisikan istilah literasi secara komprehensif sebagai berikut:
Literacy is the use of socially-, and historically-, and culturally-situated practices of creating and interpreting meaning through texts. It entails at least a tacit awareness of the relationships between textual conventions and their context of use and, ideally, the ability to reflect critically on those relationships. Because it is purpose-sensitive, literacy is dynamic - not static - and variable across and within discourse communities and cultures. It draws on a wide range of cognitive abilities, on knowledge of written and spoken language, on knowledge of genres, and on cultural knowledge.
Menurut Nutbrown & Claugh (2015) mengemukakan bahwa pengenalan literasi bagi anak anak mulai dikembangakan terlebih di Inggris sejak tahun 1980-an karena para guru dan peneliti melihat jika pentingnya mengenalkan atau membelajarkan literasi membaca dan menulis bagi anak usia dini. Senada yang disampaikan oleh Chomsky (Subyantoro, 2012) pemerolehan literasi anak pada dasarnya ia akan menginternalisasikan  sistem kaidah yang berhubungan dengan bunyi dan makna secara khusus dan anak memperoleh kemampuan lietrasi dengan cara yang sangat menakjubkan.
Lebih lanjut Montessori dan Maturationis (Moriison, 2013) mengemukakan bahwa, penguasaan bahasa adalah pembawaan lahir pada semua anak tanpa memandang budaya dan agamnya. Artinya bahwa sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun anak usia dini sudah mempunyai kemampuan dalam literasi, meskipun tidak belajar secara khusus tetapi anak belajar bahasa memlalui interaksi dengan lingkungan dimana anak tinggal.
Anak memiliki Pengalaman literasi sebelum mereka pergi ke sekolah dan apa yang mereka ketahui tentang keaksaraan sangat penting bagi perkembangan mereka. Anak belajar aksaraan pertama kali didapat dari rumah mereka masing-masing melalui interaksi dengan orang tua dan dengan cara yang menyenangkan tanpa adanya intimidasi (Makin L, & Whitehead M, 2004).  Gambaran lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah yang kondusif menstimulasi kemampuan literasi anak  mengenai kemampuan mambaca dan menulis Nutbrown & Claugh (2015). Kemampuan literasi awal anak adalah suatu proses kemampuan yang dimulai pada saat lahir dan terus berkembangn selama masa hidup. Anak-anak mempelajari literasi dengan cara yang sangat menakjubkan. Menurut Montessori (Morrison, 2013) mengemukakan bahwa, penguasaan bahasa adalah pembawaan lahir pada semua anak tanpa memandang budaya dan agamnya.
Dari uraian dan pendapat para ahli di atas dapat dikatakan bahwa literasi anak usia dini adalah kemampuan yang dimiliki oleh anak terkait dengan kemampuan membaca dan menulis. Pengenalan literasi anak usia dini adalah suatu proses aktivitas yang memperkenalkan kemampuan membaca, menulis pada anak usia dini; tanpa adanya unsur intimidasi bagi anak untuk mengetahui secara sempurna seperti orang dewasa tetapi membelajarkan lietrasi tersebut sesuai dengan usia atau fase-fase perkembangannya. Pengenalan literasi awal pada anak usia dini dilakukan dengan cara yang menyenangkan sehingga anak tidak merasa jenuh, untuk membelajarkan sesuatu hal yang bermakna bagi eksistensinya.
B.  Prinsip Pembelajaran Literasi Pada AUD
Menurut Kern (2000) Terdapat tujuh prinsip pendidikan literasi diantarannya yaitu: Pertama; Literasi melibatkan interpretasi; Penulis/pembicara dan pembaca/pendengar berpartisipasi dalam tindak interpretasi, yakni: penulis/pembicara menginterpretasikan dunia (peristiwa, pengalaman, gagasan, perasaan, dan lain-lain), dan pembaca/pendengar kemudian mengiterpretasikan interpretasi penulis/pembicara dalam bentuk konsepsinya sendiri tentang dunia.
Kedua;  Literasi melibatkan kolaborasi; Terdapat kerjasama antara dua pihak yakni penulis/pembicara dan pembaca/pendengar. Kerjasama yang dimaksud itu dalam upaya mencapai suatu pemahaman bersama. Penulis/pembicara memutuskan apa yang harus ditulis/dikatakan atau yang tidak perlu ditulis/dikatakan berdasarkan pemahaman mereka terhadap pembaca/pendengarnya. Sementara pembaca/pendengar mencurahkan motivasi, pengetahuan, dan pengalaman mereka agar dapat membuat teks penulis bermakna.
Ketiga; Literasi melibatkan konvensi; Orang-orang membaca dan menulis atau menyimak dan berbicara itu ditentukan oleh konvensi/kesepakatan kultural (tidak universal) yang berkembang melalui penggunaan dan dimodifikasi untuk tujuan-tujuan individual. Konvensi disini mencakup aturan-aturan bahasa baik lisan maupun tertulis.
Keempat; Literasi melibatkan pengetahuan kultural; Membaca dan menulis atau menyimak dan berbicara berfungsi dalam sistem- sistem sikap, keyakinan, kebiasaan, cita-cita, dan nilai tertentu. Sehingga orang- orang yang berada di luar suatu sistem budaya itu rentan/beresiko salah/keliru dipahami oleh orang-orang yang berada dalam sistem budaya tersebut.
Kelima; Literasi melibatkan pemecahan masalah; Karena kata-kata selalu melekat pada konteks linguistik dan situasi yang melingkupinya, maka tindak menyimak, berbicara, membaca, dan menulis itu melibatkan upaya membayangkan hubungan-hubungan di antara kata-kata, frase- frase, kalimat-kalimat, unit-unit makna, teks-teks, dan dunia-dunia. Upaya membayangkan, memikirkan, mempertimbangkan ini merupakan suatu bentuk pemecahan masalah.
Keenam; Literasi melibatkan refleksi dan refleksi diri; Pembaca/pendengar dan penulis/pembicara memikirkan bahasa dan hubungan- hubungannya dengan dunia dan diri mereka sendiri. Setelah mereka berada dalam situasi komunikasi mereka memikirkan apa yang telah mereka katakan, bagaimana mengatakannya, dan mengapa mengatakan hal tersebut.
Ketujuh; Literasi melibatkan penggunaan bahasa; Literasi tidaklah sebatas pada sistem-sistem bahasa (lisan/tertulis) melaikan mensyaratkan pengetahuan tentang bagaimana bahasa itu digunakan baik dalam konteks lisan maupun tertulis untuk menciptakan sebuah wacana/diskursus.
C.        Kemampuan membaca dan menulis anak usia dini
1.        Kekmampuan membaca anak usia dini
Membaca merupakan salah satu fungsi tertinggi otak manusia dari semua makhluk hidup yang ada di dunia ini, karena pada dasarnya hanya manusia dapat membaca.  Secara sederhana Abidin (2013) menjelaskan membaca merupakan sebagai proses membunyikan lambang tertulis. Dalam pengertian tersebut ia mengemukakan bahwa membaca sering disebut sebagai membaca nyaring atau membaca permulaan. Membaca juga dapat dikatakan sebagai proses untuk mendapatkan informasi yang terkandung dalam suatu teks bacaan untuk memperoleh pemahaman atas bacaan tersebut.
Hal serupa yang disampaikan oleh Harjasujana & Mulyati (1988) menjelaskan bahwa membaca merupakan terjemahan lambang, grafik, ke dalam bahasa lisan. Mambaca pula dapat dikatakan sebagai memberikan reaksi karena dalam membaca seseorang terlebih dahulu melaksanankan pengematan terhadap huruf sebagai representasi bunyi,  ujaran ataupun tanda bunyi lainnya. Riset lebih lanjut mengatakan bahwa anak yang terbiasa membaca, atau dibacakan buku sejak kecil, cenderung memiliki kemampuan matematika lebih baik (Depdiknas RI, 2004). Hubungan membaca dan kemampuan akademik ini tidak ada kaitannya dengan kemampuan ekonomi dan tingkat pendidikan orang tua.
Menurut hemat (Subiyantoro, 2012) mengemukakan bahwa membaca merupakan fungsi yang paling penting dalam hidup dan dapat dikatakan bahwa  semua proses belajar disarankan untuk membaca.  Anak-anak mulai dapat membaca satu kata ketika ia berusai 1 tahun, membaca kalaimat ketika berusia 2 tahun, dan sebuah buku selama 3 tahun ke atas dan mereka sudah mulai menyukai buku. Menurut Nutrbrown & Clough (2015) mengemukakan bahwa anak-anak membaca dan memahami kalimat sederhan. Mereka menggunakan pengetahuan fonik untuk menguraikan kata-kata biasa dan membacanya secara keras-keras dengan tepat. Mereka juga bisa membaca kata namun kerap tidak beraturan. Anak-anak menunjukan tingkat kemahaman saat mereka berbicara dengan orang lain meneganai apa yang mereka baca.
Menurut Suyadi (2010) mengemukakan bahwa anak-anak mengembangkan kemampuan membaca dengan cara yang sangat menakjubkan.  Pada anak usia dua sampai 5 tahun setiap anak memiliki perkembangan yang cukup rawan. Tiga tahun pertama dalam kehidupan anak merupakan sebagai periode yang paling sensitive yang akan berpengaruh di kehidupan anak dimasa yang akan datang. Lebih lanjut Subyantoro (2012) mengemukakan bahwa mengenalan dan membelajarkan membaca bagi anak usia dini dapat dilakukan dengan melaui aktivitas bermain. Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa untuk menstimulai perkembangan membaca anak orang tua dapat membuat kartu huruf dan dapat dilanjutkan dengan suku kata dan kata. Belajar membaca pada anak usia dini akan membawa dampak positif bagi perkembangan mereka. Pengenalan kartu huruf, kartu kata sejak usia dini menjadikan otak mereka lebih terasah, karena pada usia mereka orat lebih mudah untuk menyerapkan sesuatu.
Lebih lanjut hasil riset menegaskan bahwa membaca nyaring memiliki pengaruh positif lain, seperti mempererat hubungan kasih- sayang orang tua dan anak, mengenalkan anak pada bahasa lisan dan tulis, meningkatkan kemampuan berbahasa anak, membuat anak menikmati dunia belajar sebagai hiburan, dan sekaligus memperluas wawasan dan pengetahuan mereka (Depdiknas RI, 2004). Didukung oleh pendapat Subyantoro (2012) mengemukakan bahwa tujuan membelajarkan bahasa kepada anak adalah membaca untuk belajar atau dengan perkataan lain membaca untuk kesenangan.
Glenn (Jasmansyah, 2008) berpendapat bahwa kemampuan membaca sudah dapat diajarkan pada balita, dan bahkan akan jauh lebih efektif  daripada sudah memasuki usia 6 tahun. Anak-anak dapat membaca sebuah akata ketika mereka berusia satu tahun, sebuah kalimat ketika berusia dua tahun dan merekapun sangat menyukianya.
Penelitian Longitudinal yang dilakukan oleh Well (Nutbrown & Clough, 2015) menyampaikan bahwa sarana yang terbaik untuk memprediksikan kecakapan membaca anak usia dini adalah  pengukuran melalui kemampuan anak dalam pengetahuan membaca dan meulis di sekolah.  Lebih lanjit iya mengemukakan bahwa hal terpenting dalam pencapaian kemampuan membaca dan menulisa anak dimasa yang akan datang adalah mendengarkan cerita yang dibacakan keras-keras.
Dari berbagi pndapat di atas dengan demikian dapat disimpulkan bahwa membaca merupakan seluruh aktivitas yang dilakukan oleh anak untuk membunyikan lambang bilangan. Pembelajaran membaca dapat diartikan sebagai serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh anak usia dini untuk memcapai keterampilan membaca dibawah arahan, bimbingan dan motivasi guru. Pembelajaran membaca pada anak usia dini bukan semata-mata dilakukan agar siswa mampu membaca melainkan sebuah proses yang melibatkan seluruh aktivitas visual dan kognisi siswa dalam memprosuksi sebuah bacaan dengan membunyikan lambang.
2.      Kemampuan Menulis Anak usia dini
Dalam sudut pandang yang sederhana menulis dapat diartikan sebagai  proses menghasilkan lambang bunyi. Menurut Abidin (2015) menulis adalah sebuah proses berkomunikasi secara tidak langsung antara penulis dan pembacanya. Dengan perkataan lain bahwa menulis merupakan segenap kegiatan seseorang mengungkapan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada pemabaca untuk dipahami.
Lebih lanjut Oxford Learners Pocket Dictionary, 2005: Writing is mark letters or numbers on a surface with a pen or pencil, put information, greetings, etc in a letter and then send it to.

Menurut Suyadi (2010) Menulis merupakan tahap akhir dari kemampuan literacy. Kemampuan menulis pada anak usia dini awalnya diindentikan dengan cakar ayam. Hal ini wajar karena pada dasarnya anak baru bisa memegang krayon, tongkat, dan lain sebagainya.  Kemampuan menulis pada anak usia dini tidak boleh berpusat pada pembenahan pada tulisan anak, melainkan pada susunan huruf menjadi kata, dan menyusun akata menjadi kalimat. Dengan demikian masa awal anak belajar menulis  adalah membuat kata dan kalimat menjadi tulisan cakar ayam.
Dalam bukunya Morrison (2012) mengemukakan bahwa proses membaca dan menulis pada anak usia dini dipandang sebagai proses alami ; menulis bagi anak usia dini merupakan  proses yang diikuti oleh anak secara alami jauh sebelum mereka bersekolah. Lebih lanjut ia mengaktakan bahwa kemampuan membaca dan menulis merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional yang penting tidak hanya bagi anak usia dini tetapi bagi semua orang.
Sependapat yang disampaikan oleh Nutbrown & Clough (2015) mengemukakan bahwa kemampuan menulis pada anak usia dini merupakan termasuk mendorong anak usia dini untuk mengaitkan suara dalam bentuk tulisan; atau dengan perketaan lain bahwa menulis pada anak usia dini adalah proses untuk menghasilkan lambang bunyi. Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa anak usia dini terrus diberikan akses untuk mampu mengembangkan kemampuan membaca dan menulis.  Pada dasarnya anak-anak menggunakan pengetahua fonik mereka untuk menulis kata-kata dengan cara yang sesuai dengan bunyi huruf.  Anak-anak mampu menuliskan sebuah kat-kata dengan cara yang tidak beraturan.
Clay, Ferreiro dan Teberosky dalam (Cristhiani, 2013) membagi tahapan menulis atas empat tahap yaitu tahap pertama, scribbling stage yaitu tahap anak dengan ciri menulis dimulai dengan mencoret, coretan hanya memberi tanda acak pada kertas. Anak mulai membentuk beberapa garis (tanda ke atas dan kebawah di atas) seperti menulis dan berisi bagian utama coretan di dalam kotak. Coretan ini mengidentifikasikan kemampuan anak dalam mengontrol alat tulis dan peningkatan pengetahuannya terhadap bentuk kertas.
     Tahap kedua yaitu linear repetitive stage. Tahap ini ditandai dengan anak mulai menulis biasanya dalam bentuk garis horizontal dan huruf-huruf yang terpisah- pisah dalam garis buku. Anak dapatmelihat hubungan kongkrit antara kata- kata dan bentuknya. Orang dewasa dapat memberi contoh menulis pada anak dan memberi kesempatan anak untuk mengamati tentang tulisan yang digunakan dengan berbagai jalan, memberi dukungan pada coretan anak dan mulai mempertontonkan bentuk permulaan huruf pada anak.
Tahap ketiga yaitu random-letter stage. Pada tahap ini anak belajar bahwa bentuk-bentuk dapat dikatakan sebagai huruf. Anak dapat menggunakannya secara acak untuk menyampaikan kata atau kalimat pada orang lain. Kadang kala anak memproduksi garis huruf yang tidak sesuai dengan suara dari kata yang ditulisnya karena ingatan akan bentuk huruf pada anak sangat terbatas. Pada tahap ini, anak membuat huruf yang ia kenal (biasanya huruf-huruf dalam namanya) secara acak untuk menyampaikan maksud pada orang lain. Penting untuk diingat bahwa jika anak tidak dapat mengkomunikasikan pesannya dalam bentuk tulisan kepada orang lain, pendidik harus memotivasi anak untuk belajar menyampaikan isi tulisannya secara alami walaupun tidak seperti yang diamati. Pada tahap ini, anak butuh orang dewasa disekitamya untuk merespon secara intensif terhadap tulisannya, bukan mengoreksi bentuknya sesuai atau tidak dengan huruf-huruf yang ada. Jika orang dewasa disekitamya memuji hasil tulisannya dan menekankan bahwa tulisannya penting maka keterampilan menulis anak akan berkembang.
Tahap keempat yaitu letter-name or phonetic writing. Pada tahap ini anak mulai membuat hubungan antara huruf dan suara. Permulaan tahap ini disebut sebagai letter-name writing karena anak menulis huruf yang nama dan bunyinya sama.. Di akhir tahap ini, anak lebih ahli menulis dengan berbagai bentuk, seperti mahir dalam memberi jarak dalam kata. Anak membutuhkan waktu untuk berlatih menulis dan membaca kembali tulisannya, maka tulisannya akan lengkap sesuai dengan ejaannya.
D.  Stimulasi perkembangan literasi (membaca & menulis) anak usia dini
Tidak bisa dipungkiri saat ini banyak ahli PAUD yang memandang pentingnya pengenalan literasi (membaca dan menulis) pada anak usia dini. Menurut Suyadi (2010) mengemukakan bahwa kemampuan litreasi dapat diperkenalkan atau diajarkan kepada anak usia dini sejak anak berada dalam kandungan. Berikut adalah uraian stimulasi perkembangan lietrasi pada anak usia dini untuk mengembangkan kemampuan literasi sebagi berikut:
a.       Bayi (Infants); sejak dalam kandungan idealnya anak mampu distimulasi atau diperkenanlkan berbagai aktivitas yang mendorong anak untuk mengembangkan kemampuan literasi. Kegiatan membaca dan menulis pada anak usia dini merupakan bukan kegiatan yang dalam artian orang dewasa.  Pembelajaran literai pada anak usia bayi McGee dan Purcell-Gates (Abidin, 2015) menyebutkan bahwa perkembangan literasi berisi dua periode waktu, secara rinci dimulai dari lahir sampai usia lima tahun dan dari usia lima tahun sampai dengan menjadi pembaca yang mandiri (konvensional).
Pengenalan literasi bisa dilakukan pada saat ia berbaring, tengkurang atau duduk.  Bahkan di atas tempat tidur anak di taruhkan buku-buku berwarna (full colour) atau orang tua membacakan ia cerita.  Karena pada dasarnya menurut. Perlu diketahui bahwa pengenalan literasi pada bayi kita hanya sebatas memperkenalkan saja bukan memaksa anak untuk menghafal.
b.      Toddlers (2-3 tahun);Pada dasarnya Toldders sangat gemar akrab dengan buku. Jika stimulasi di atas berhasil anak-anak akan mempunyai kecenderungan untuk menyukai buku.  Beberapa penelitian menunjukan bahwa anak yang sejak dini akrab dengan dunia buku kelak dimasa dewasa ia kan mempunyai minat baca yang tinggi Suyadi (2010). Umumnya pada masa ini anak-anak mulai membaca, gemar memberikan nama pada objek-objek yang ada dalam buku tersebut.
Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya kosa kata atau tanda yang dikenali, mulailah memperkenalkan anak untuk membaca tetapi bukan untuk menghafal. Awal mula kita sendiri yang membacanya dengan suara nyaring terhadap isi buku tersebut. suara nyaring dan intonasi yang tepat merupakan langkah yang paling strategis menstimulai pendengraan anak.
c.       Anak usia 3- 6 tahun; Pada taha ini menurut Suyadi (2010) kesenangan anak terhadap buku cerita mulai meningkat tajam. Walaupun demikian pada tahap ini anak masih menyukai buku-buku cerita yang masih banyak ilustrasi gambar-gambar, dan warnah-warna cerah. Karena pada hakikatnya menurut Kaderavek (2002) mengatakan bahwa periode literasi anak mulai dari lahir sampai dengan usia enam tahun.  Dengan demikian pemberian literasi yang paling bagik bagi anak pada tahap ini adalah membacakan cerita, kisah membacakan dongeng. Cara lain adalah meminta anak menceriatakan ulang dinging atau cerita tersebut walaupun tidak selengkap cerita aslihnya.  Selain membacakan dongeng langkah selanjutny membelajarkan literasi adalah dengan menyusun kata-kata bersajak.
SIMPULAN
           Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembagan anak secara menyeluruh untuk mengembangkan ragam potensi yang dimiliki anak. PAUD merupakan sebagai lembaga pendidikan yang cukup setrategis dalam mengembagkan kemampuan, membentuk watak bagi anak usia dini. Kesiapan PAUD dalam mengembangkan pendidikan yang berkualitas mempunyai dampak yang sangat besar bagi anak dalam menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Pengenalan literasi merupakan salah satu tugas yang harus dikembangkan dan dikenalkan di PAUD untuk anak usia dini. Literasi merupakan salah satu kemampuan yang dibawah anak sejak lahir dan harus dikembangkan. Pengembangan literasi anak sejak dini mempunyai dampak yang besar dalam kehidupan selanjtnya. Kemampuan literasi anak yang baik mendorong anak mampu bersaing secara global.
DAFTAR PUSATAKA
Abidin, Y. 2013.  Pembelajaran Bahasa Berbasis Penndidikan Karakter. Bandung: Refika Aditama
          Criatianti, M. 2013. Membaca dan Menulis Permulaan Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Anak, Vol II No.2
        Joyce, B. Weil, M. Calhoun, E. 2011. Models Of Teaching (Model-Model Pembelajaran). Yogyakarta: Pustaka Belajar
Justice L.,M., & Kaderavek, J. 2002. Using shared storybook reading to promote emergent literacy, Teaching Exceptional Children, Vol. 34 No. 4, pp. 8-13
Kern, R. (2000). Literacy and Language Teaching. Oxford: Oxford University Press.
Whitehead, M. 2004. Children”s Early Literacy. London. SAGE Publications Company
Morrison, S. G.2012. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT Indeks
Nutbrown, C. Clough. 2015. Pendidikan Anak USia Dini, Sejarah, Filosofi dan Pengalaman.Yogyakarta: Pustaka Belajar
PISA. 2003. New York : Literacy skills for the world of tomorrow. OECD/UNESCOIS.www.uis.unesco.org/TEMPLATE/pdf/pisa/PISAplus Eng Ch4
Reese, L. dkk. 2000. Longitudinal analysis of the antecedents of emergent Spanish literacy and Middle-School English reading achievement of Spanish-Speaking students, American Educational Research Journal Fall 2000, Vol. 3 7, No. 3, PP. 633-662
Suyadi.(2010). Psikologi Belajar PAUD, Pedagogia, Jogjakarta
Schikedanz, A. J. 2013. Spesial Issue: Earli Literacy. Aisa-Pasific Journal Of  Reseacrh In Early Childhood Education. Vol 7 No. 2
Singowidjojo. PAUD Menuju Generasi Emas. Prosiding Konfrensi PAUD dan Pendidikan Dasar. November, 22-23 2013. Bandung
Subiyantoro, 2012. Psikolinguistik, Kajian Teoritis Dan Implementasinya. Semarang: UNNES Press
UU No. 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional
  Wells, B. 1987. Apprenticeship in Literacy. Dalam Interchange         18,1/2:109-123.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

KONSEP DASAR PAUD